LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN ELIMINASI URINE
04:37



LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN ELIMINASI URINE

I.                   DEFINISI
                 Eliminasi merupakan kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Secara garis besar, sisa metabolisme tersebut terbagi ke dalam dua jenis yaitu sampah yang berasal dari saluran cerna yang dibuang sebagai feces (nondigestible waste) serta sampah metabolisme yang dibuang baik bersama feses ataupun melalui saluran lain seperti urine, CO2, nitrogen, dan H2O.
                                                                 ( fundamental of nursing hal 1679, 2001)
Gangguan eliminasi urinarius adalah suatu keadan dimana seorang individu mengalami gangguan dalam pola berkemih
( fundamental of nursing hal 1079, 2001 )
II.                TANDA DAN GEJALA

1.      Gangguan Pencernaan
2.      Tidak Nafsu Makan
3.      Mual-mual dan Muntah
4.      Berat badan turun dan lesu
5.      Gatal-gatal
6.      Gangguan tidur
7.      Hipertensi dan Vena di leher melebar
8.      Cairan di selaput jantung dan paru-paru
9.      Otot-otot mengecil
10.  Gerakan-gerakan tak terkendali, kram
11.  Kulit kasar
12.  Sesak napas dan confusion
III.             PATOFISIOLOGI
Ø  Ginjal
1.      Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai dengan vertebra lumbalis ke-3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hepar (hati). Setiap ginjal dilapisi oleh kapsul yang kokoh dan dikelilingi oleh lapisan lemak. Produk pembuangan hasil metabolisme yang terkumpul dalam darah di filtrasi di ginjal.
2.      Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis yang merupakan percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal kemudian membentuk urine.
3.      Darah masuk ke nefron melalui arteiola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah dan pembentukan urine. Apabila dalam urine terdapat protein yang berukuran besar (proteinuria), maka hal ini merupakan tanda adanya cedera pada glomelorus. Normalnya glomelorus memfiltrasi sekitar 125 ml filtrat/menit.
4.      Sekitar 99 % filtrat direabsorsi ke dalam plasma, dengan 1 % sisanya diekskresikan sebagai urine. Dengan demikian ginjal memiliki peran dalam pengaturan cairan dan eletrolit.
5.      Ginjal juga sebagai penghasil hormon penting untuk memproduksi eritrisit, pengatur tekanan darah dan mineralisasi mineral. Ginjal memproduksi eritropoietin, sebuah hormon yang terutama dilepaskan dari sel glomerolus sebagai penanda adanya hipoksia ( penurunan oksigen) eritrosit. Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi eritropoesis ( produksi dan pematangan eritrosit ) dengan merubah sel induk tertentu menjadi eritoblast. Klien yang mengalami perubahan kronis tidak dapat memproduksi hormon ini sehingga klien tersebut rentan terserang anemia.
6.      Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal berfungsi untuk mengatur aliran darah pada saat terjadi iskemik ginjal ( penurunan suplai darah ). Fungsi renin adalah sebagai enzim untuk mengubah angiotensinogen ( substansi yang disentesa oleh hati ) menjadi angiotensin I. Kemudian angiotensi I bersikulasi dalam pulmonal ( paru-paru ), angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan angeotensin III. Angeotensin II menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal.
7.      Aldesteron menyebabkan retensi air sehingga meningkatkan volume darah. Angiotensin III mengeluarkan efek yang sama namun dengan derajat yang lebih ringan. Efek gabungan dari keduanya adalah terjadinya peningkatan tekanan darah arteri dan aliran darah ginjal.
8.      Ginjal juga berfungsi sebagai pengatur kalsium dan fosfat. Ginjal bertanggungjawab untuk memproduksi substansi mengaktifkan vitamin D. Klien dengan gangguan fungsi ginjal tidak membuat metabolik vitamin D menjadi aktif sehingga klien rentan pada kondisi demineralisasi tulang karena adanya gangguan pada proses absorbsi kalsium.


Ø  Ureter
1.      Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul ( pelvis ) pada sambungan uretrovesikalis. Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan dalam, merupakan membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah merupakan serabut polos yang mentranspor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urine di kandung kemih. Lapisan luar adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyokong ureter.
2.      Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung kemih dalam bentuk semburan. Ureter masuk dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini berfungsi mencegah refluks urine dari kandung kemih ke dalam ureter selama proses berkemih ( mikturisi ) dengan menekan ureter pada sambungan uretrovesikalis ( sambungan ureter dengan kandung kemih ).

Ø  Kandung Kemih
1.      Merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan ekskresi. Vesica urinaria dapat menampungan sekitar 600 ml walaupun pengeluaran urine normal 300 ml. Trigonum ( suatu daerah segetiga yang halus pada permukaan bagian dalam vesica urinaria ) merupakan dasar dari kandung kemih.
2.      Sfingter uretra interna tersusun atas otot polos yang berbentuk seperti cincin berfungsi sebagai pencegah urine keluar dari kandung kemih dan berada di bawah kontrol volunter ( parasimpatis : disadari ).

Ø  Uretra
1.      Urine keluar dari vesica urinaria melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4 – 6,5 cm. Sfingter uretra eksterna yang terletak sekitar setengah bagian bawah uretra memungkinkan aliran volunter urine.
2.      Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke uretra dari daerah perineum. Uretra pada ria merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi dengan panjang 20 cm.

(fundamental of nursing hal 1679 – 1681, 2001)

IV.             PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Pielogram Intravena
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter, kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif. Klien perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara intra vena.
2.      Computerized Axial Tomography
Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh. Scaner temografik adalah sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal berupa potongan lintang transfersal yang tipis.
3.      Ultra Sonografi
Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur jaringan.
4.      Prosedur Invasif
a.       Sistoscopy
Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel tapi ukurannya lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra klien. Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah obturator yang membuat skop tetap kaku selama insersi. Sebuah teleskop untuk melihat kantung kemih dan uretra, dan sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau isntrumen bedah khusus.
b.      Biopsi Ginjal
Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa dengan tekhnik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau pembedahan (terbuka).
c.       Angiography (arteriogram)
Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi sistem arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau cabangnya untuk mendeteksi adanya penyempitan atau okulasi dan untuk mengefaluasi adanya massa (cnth: neoplasma atau kista)
5.      Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram)
Pengisian kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto saluran kemih bagian bawah sebelum, selama dan sesudah mengosongkan kandung kemih. Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra (misal, stenosis) dan untuk menentukan apakah terdapat refleks fesikoreta.
6.      Arteriogram Ginjal
Memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta abdominis sampai melalui arteria renalis. Zat kontras disuntikan pada tempat ini, dan akan mengalir dalam arteri renalis dan kedalam cabang-cabangnya.
Indikasi  :
a.    Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hiperrtensi
b.    Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatuneoplasma
c.    Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah korteks, untuk pengetahuan pielonefritis kronik.
d.   Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum melakukan tranplantasi ginjal.
7.      Pemeriksaan Urine
Hal yang dikaji adalah warna,kejernihan, dan bau urine. Untuk melihat kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll.
8.      Tes Darah
Hal yang di kaji BUN,bersih kreatinin, nitrogen non protein, sistoskopi, intravenus, pyelogram.
                                                                                                                                                                        (fundamental of nursing hal 1700 - 1704,2001)

V.                 MASALAH KEPERAWATAN

a)         Urgensi adalah merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
b)        Disuria adalah merasa nyeri atau sulit berkemih
c)         Frekuensi adalah berkemih dengan sering
d)        Keraguan poliuria adalah sulit memulai berkemih
e)         Oliguria adalah haluaran urine menurun dibandingkan cairan yang masuk
f)         Nokturia adalah berkemih berlebihan atau sering pada malam hari
g)        Dribling adalah kebocoran/rembesan urine walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine
h)        Hematuria adalah terdapat darah dalam urine
i)          Retensi adalah akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai ketidakmampuan kandung kemih untuk benar-benar mengosongkan urine
j)          Residu urine adalah volume urine yang tersisa setelah berkemih

( fundamental of nursing hal 1690, 2001)

VI.             DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan dengan :
Ø  Inflamasi uretra
Ø  Obstruksi pada uretra
Deficit perawatan diri ; toileting yang berhubungan dengan :
Ø  Kerusakan kognitif
Ø  Keterbatasan mobilitas
Kerusakan integritas kulit atau resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan :
Ø  Inkontinensia urine
Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan :
Ø  Kerusakan sensorik-motorik
Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan :
Ø  Perasaan yang dirasakan akibat difersi urinarius
Ø  Perasaan yang dirasakan akibat diferensia
Resiko infeksi yang berhubungan dengan :
Ø  Personal higine yang buruk
Ø  Insersi kateter uretra
Inkontinensia fungsional yang berhubungan dengan :
Ø  Terapi diuretic
Ø  Keterbatasan mobilitas
Inkontensia refleks yang berhubungan dengan :
Ø  Kerusakan neurologis
Ø  Penggunaan anestesi untuk pembedahan
Inkontinensia stress yang berhubungan dengan :
Ø  Peningkatan tekanan intra abdomen
Ø  Kelemahan otot panggul
Inkontinensia urgency yang berhubungan dengan :
Ø  Iritasi mukosa kandung kemih
Ø  Penurunan daya tampung atau kapasitas kandung kemih
Inkontinensia total yang berhubungan dengan :
Ø  Adanya fistula
Ø  Kerusakan neurologis
Retensi urine yang berhubungan dengan :
Ø  Obstruksi leher kandung kemih
Ø  Terhambatnya lengkung refleks

( fundamental of nursing hal 1704, 2001)
VII.          INTERVENSI
Contoh intervensi diagnose keperawatan untuk retensi urine
No. Diagnose Keperawatan
Tujuan
Criteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.      Retensi urine
Pola berkemih klien akan kembali seperti semula dalam 2 hari setelah kateter diangkat.
Kandung kemih tidak akan distensi setelah berkemih klien akan menyangkal adanya rasa penuh pada kandung kemihnya setelah berkemih. Klien akan mencapai pengosongan urine total dalam 24 jam setelah kateter diangkat. 
Minta klien untuk berusaha berkemih pada waktu yang terjadwal yang teratur.
Instruksikan klien untuk melakukan latihan dasar panggul (kegle exercise) diluar waktu berkemihnya. Minta klien melakukan latihan ini setiap kali berkemih
Minta klien menggunakan konpresi kandung kemih ( metode crede) selama berkemih.
Melatih mengosongkan kandung kemih secara teratur dapat mengurangi terjadinya pengeluaran air kemih dalam bentuk tetesan.
Latihan dasar panggul ( kegel ) membantu memeperkuat otot-otot panggul pada saat syaraf panggul utuh (AHACPR, 1992 ).
Metode crege memebantu menstimulasi mikturisi dan mengosongkan kandung kemih.
                                                                        ( fundamental of nursing hal 1705, 2001 )

0 komentar